Pengalaman Pertama Menjadi Guru, Harus Mulai Dari Mana?
Dulu, buatku sebagai seorang murid. Menjadiguru bukan hal yang menyenangkan.
Bukan apa-apa, soalnya dahulu kala, saya
adalah anak yang senang mengobrol di kelas. Sampai membicarakan guru dengan
hal-hal aneh.
Rasa takut ini akhirnya maemengaruhi impian
dan cita-cita saya. Iya, siapa yang enggak takut dibalas karena ulah
kelakuannya sendiri? Karena ini pula, saya sering berpikir dua kali jika ingin
melakukan hal aneh pada orang lain. Takut dibalas, hehe.
Enggak Pernah Mengajar Terus Harus Mulai Dari Mana?
Rasa takut itu, ternyata tak serta-merta
membuat saya berhenti. Minggu berikutnya, saya datang dengan rasa takut yang
sama. Namun, sedikit dengan persiapan yang sudah saya bawa, yaitu program
mengajar selama satu semester.
Bersyukurlah ada Google yang banyak
membantu seorang amatiran seperti saya ini. Dari beberapa sumber, saya
mendapatkan informasi mengenai bagaimana dan apa saja yang harus saya
persiapkan untuk membuat bahan ajar selama satu semester.
Keuntungan dari mempersiapkan materi atau
membuat program ini adalah ketika saya melangkah masuk ke kelas. Kemudian,
wakil sekolah bidang kesiswaan meminta saya untuk membuat program bahan ajar.
Alhamdulillah, karena saya sudah persiapkan, langsung saya serahkan saat itu
juga.
Persiapan ini pula membuat wakil kepala
sekolah tersenyum dan berkomentar, “bu Ipeh ini penuh persiapan ya. Padahal
banyak guru yang baru menyerahkan ke saya kurikulum bahan ajar biasanya dua
minggu setelah saya minta.”
Komentar pertama yang membuat saya akhirnya
berpikir bahwa apa yang ada di hadapan saya ini. Harus saya jalani meski ada
banyak hal yang nantinya wajib saya pelajari. Dalam hati, siang itu, saya terus
merapal doa agar saya bias tenang dan kegiatan mengajar ini berjalan cukup
lancar.
Bingung Mau Memulai Menyampaikan Materi
Kebingungan pertama saya memang sudah
teratasi dengan bantuan Google saat menyiapkan program bahan ajar. Tapi,
kebingungan selanjutnya tepat setelah wakil kepala sekolah melangkahkah kaki ke
luar ruangan kelas.
Tatapan anak-anak yang sudah siap dengan
kamera mereka masing-masing, membuat saya masih kebingungan harus berbuat apa.
Berkali-kali saya menarik napas Panjang, mengembuskannya perlahan sambil
berharap. Semoga saja tiba-tiba saya dapat wangsit harus berbuat apa lagi.
Sayangnya, wangsit itu enggak ada. Saya
tetap harus putar otak sambil menggambar di papan tulis. Materi yang ingin saya
sampaikan.
Hari itu, hari pertama, saya langsung
mengenalkan kepada murid-murid kelas ekstrakurikurer fotografi tentang Angle.
Sudut pengambilan gambar yang kalua sudah dijelaskan beberapa menit pun
sebenarnya sudah selesai. Terus, saya harus menjelaskan apa lagi?
Setiap hari, ketika saya hendak
bermain-main dengan kamera ponsel saya. Rasanya satu hingga sepuluh menit itu
berjalan sangat cepat. Terkadang, untuk mendapat satu atau dua foto yang
sedikit enak dilihat bisa menghabiskan waktu setengah hari.
Sementara, ketika saya berdiri di depan
kelas, menjelaskan sedikit demi sedikit materi fotografi sambil terpatah-patah.
Satu menit itu terasa sangat lama sekali. Waktu berjalan seolah melambat,
seperti ingin menertawai saya yang gugup di depan kelas.
Hingga akhirnya, saya menyerah. Saya
langsung duduk di kursi yang tidak pernah saya duduki selama saya menjadi murid
di sekolah. Iya, duduk di kursi milik guru, rasanya seperti tubuh saya terbakar
ketika duduk di kursi itu. Soalnya, belum terbiasa dan pikiran saya masih
kalang kabut.
Bentuk penyerahan diri saya dengan keadaan
yang bikin saya enggak nyaman ini. Dengan mengajak anak-anak murid saya ini langsung
praktek. Iya, saya minta mereka untuk memotret beberapa objek bebas dengan
menggunakan metode angle yang sudah saya jelaskan.
Sontak saja, setelah saya selesai berucap,
anak-anak ini langsung ceria dan seketika menyalakan kamera mereka sambil
mencari objek yang bisa dijadikan model siang itu.
Rasanya, sangat lega. Ketika mereka
disibukkan dengan aktivitas yang membuat saya bisa menenangkan diri sejenak.
Apalagi, ketika momen mereka sedang memotret, dari luar kelas tampak bapak
wakil kepala sekolah sedang mengintip dan mengawasi proses belajar sesekali.
Coba deh, bagaimana enggak makin berdebar kalau sampai kelas fotografi justru
sepi dan terasa membosankan.
Hari Pertama Selalu Berat
Katanya, hal yang paling berat itu terasa
saat ingin memulai sesuatu. Saat itu, saya mengangguk setuju karena hari
pertama yang saya jalani terasa sangat Panjang dan lama. Meski saya bersyukur
karena dengan praktek ini anak-anak langsung semangat dan senang eksplorasi apa
saja.
Sementara saya yang asik menulis nama anak-anak
di buku tulis untuk mencatat setiap penilaian mereka. Ada banyak hal yang
membuat siang itu setidaknya membawa saya pada pengalaman yang menakjubkan.
Yaitu pengalaman duduk di kursi guru sebagai guru, bukan sebagai murid yang
aneh. Juga mengajar sebagai guru. Benar-benar guru, bukan sebagai guru
pura-pura juga.
Meski hari pertama terasa berat, tapi ada
satu yang tertinggal dalam diri saya. Keinginan untuk membantu siswa dan siswi
kelas fotografi bisa memahami mengenai konsep dasar fotografi. Otak saya tak
berhenti berputar untuk mencari referensi mengenai materi yang cocok
disampaikan untuk anak-anak.
Ternyata, meski saya sempat meragukan diri
saya sendiri. Faktanya saya justru merasakan semangat yang sedikit demi sedikit
membuncah. Membuat saya makin penasaran sambil mencari informasi yang mampu
membantu saya bisa menyampaikan materi dengan asik.
Bersyukur ketika mampir ke aplikasi
Pinterest. Ternyata sudah banyak yang menyeritakan pengalaman mereka mengajar
fotografi untuk anak Sekolah Dasar. Jadi, saya tinggal mempelajari apa saja
aktivitas dan cara membantu anak-anak ini untuk mengeluarkan sisi kreatif dalam
diri mereka.
Karena, fotografi itu berkaitan dengan
seni. Sementara seni itu berhubungan dengan kreativitas hingga pencerminan diri
sendiri. Saya sebagai seorang yang masih amatir ini pun masih terus menggali
sesuatu yang belum saya kuasai dengan baik. Jadi, bisa dikatakan tantangan
mengajar ini sama dengan proses saya belajar eksplorasi keahlian yang ingin
saya asah.
Hari pertama mengajar sudah membuat saya
senang karena anak-anak tampak ceria mengikuti kegiatan ekstrakurikurer. Iya,
target saya pun termasuk membuat anak-anak tidak tampak bosan di dalam kelas.
Bayangkan saja, masa kegiatan tambahan di sekolah membuat mereka malas sampai
loyo? Duh, pastinya membosankan buat mereka kalau saya enggak berusaha
semaksimal mungkin.
Kenangan mengajar ini membuat saya
merindukan mereka. Sekarang ini, mereka sudah duduk di sekolah menengah
pertama. Waktu benar-benar berjalan dengan sangat cepat. Beberapa murid masih
ada yang tetap terhubung dengan saya di kanal Instagram.
Sesekali juga mendapat tag dari anak murid
yang mengunggah foto hasil karyanya. Rasanya senang sekali karena materi dasar
yang sejujurnya belum ada apa-apanya ini, yang saya sampaikan, bisa membantu
mereka untuk eksplorasi kemampuan yang mereka miliki.
Pembelajaran yang sangat berharga dari hari
pertama saya mengajar waktu itu. Membawa saya semakin semangat untuk terus
datang mengajar. Bertemu dan menyapa sambil seru-seruan Bersama mereka.
Pembaca pernah enggak, merasa enggak tahu harus berbuat apa saat pertama kali menerima tantangan yang masih belum dikuasai sama diri kita?